Persona
" What can everyone do? Praise and blame. This is human virtue, this is human madness " . Friedrich NietzscheAku sedang duduk bersamamu sore ini, di sebuah tempat kopi di kota ini. Kita tertawa terbahak-bahak mendengar cerita kita masing-masing. Aku akan mendiskusikan sebuah kisah bahasan kau begitu tak sabar ingin mendengarkan.
Kau meneguk kopimu yang pait, sembari menunggu ku mengucapkan tema bahasan diskusi, apa yang mau kau bahas hari ini? ujarmu.
Sebentar, bisakah kau menungguku meminum kopi dahulu? waktu masih panjang, ujarku.
hanya mengangguk, lalu aku mulai berucap. Aku mengawali bahasan ini dengan bertanya kepadamu, " Kau liat orang-orang di sekeliling mu? " ujarku.
Dan kau terlihat mengangguk, lalu kau bertanya " kenapa ? " ucapmu.
Apa kau yakin mereka adalah diri mereka sendiri? ujarku Kau hanya mengerenyit, tanda kau tak mengerti.
Lihat lah , 2 laki-laki dan 2 perempuan yang duduk disana, mereka seperti asik duduk, mengobrol dan tertawa, tapi lihat ada saat dimana pria berambut rapih itu sedikit bosan dengan ekspresi muka yang malas mendengar dan tertawa dengan wajah masam ketika pria gondrong berbicara dengan perempuan berambut pendek, dan perempuan berkerudung itu, dia selalu memalingkan wajah ketika pria rapih itu memandang nya, dan laki-laki berambut gondrong itu sesekali memperhatikan perempuan berkerudung itu dan tersenyum, dan terlihat perempuan berkerudung itu suntuk kembali, kau lihat perempuan yang berambut pendek, dia hanya terdiam suntuk ketika laki-laki berambut gondrong berhenti berkelakar, hanya sesekali tertawa ketika semua tertawa . Apa yang sedang mereka pikirkan dalam kondisi seperti itu? tanyaku.
" Mungkin mereka sudah tak mau berada di kondisi itu". jawab mu
" Ya mungkin mereka memang sudah tak mau berada di kondisi itu". jawab ku.
Lalu kau bertanya " Apa point dari pernyataan mu? " ucap mu.
" Point nya adalah mereka semua begitu apik memainkan peran dalam suasana seperti itu, ketika yang lain tertawa mereka ikut tertawa meskipun masam dan mungkin dalam hati nya malas untuk tertawa" . ucap ku.
" Ya menghargai lah, masa iya sih mereka harus blak-blakan masang muka bete ketika dalam kondisi berbarengan seperti itu". ucap mu
" Hal klasik ketika kau mengambil istilah menghargai, tetapi kau menggunjing di belakang". jawab ku sambil skeptis.
Sudah ah, kamu suka tak mau kalah kalo sudah berdebat, gak asik kita sedang menikmati waktu berdua jangan di rusak. ucap mu. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Kau kenapa tersenyum? tanya mu,
" Ini yang aku suka dari mu, kau begitu jujur ketika tak suka kau bilang tak suka, ketika suka kau bilang suka, yang lebih aku suka kau selalu begitu bukan terhadap ku saja, tapi terhadap semua orang, terkecuali orang tua mu" jawab ku sambil tersenyum.
Kau hanya tersenyum dan berucap " Aku pun sama menyukaimu dengan memperlihat kan dirimu apa adanya tak pernah sama dengan orang lain, tak pernah mengikuti kegilaan orang lain, tak pernah memaksakan sederajat dengan orang lain, dan kau begitu baik kepada semua orang, itu yang selalu aku suka, tapi kau selalu menjadi pembenci orang yang baik dan itu keburukan mu " ucap mu.
Aku hanya terdiam dan berkata " Aku tak pernah membenci sesuatu apa yang tak aku mengerti " ucap ku.
Dan tersenyum kepadamu, berusaha meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
Kau meminum kopi mu lagi dan memperhatikan orang-orang sekitar, kau berucap " Aku sedikit beruntung memilikimu, dira".
" Kenapa? " tanyaku.
Lihatlah sekeliling mu semua orang bisa memuji mereka melakukan itu, semua orang bisa menggunjing mereka pun melakukan itu, semua orang bisa melakukan apapun, kau tak akan pernah tau apa isi hati dan pikiran setiap orang yang berada di dekat mu saat ini, benar katamu Setiap orang selalu memakai topeng dan pintar memainkan peran begitu pun aku dan kamu.
Aku jadi teringat kata Friedrich Nietzsche " Kita bisa melakukan apapun, memuji dan menyalahkan, manusia adalah kebajikan dan manusia adalah kegilaan."
Dan lihatlah di parkiran motor, di pinggir kanan mu sekitar 200 meter dari tempat kita duduk, laki-laki berambut gondrong memukul laki-laki berambut rapih tepat di wajah, perempuan berkerudung dia terlihat menangis dan perempuan berambut pendek dia hanya berlalu pergi sembari menahan marah, laki-laki berambut gondrong itu menatap kecewa kepada perempuan berkerudung dan berlalu pergi tanpa seucap kata.
Kegilaan macam apa yang telah mereka lakukan? dan saat ini peran macam apa yang sekarang sedang kita mainkan ?.